Kamis, 27 September 2012

KOMISI III MENYULUT REVOLUSI


Oleh : Samsul Pasaribu*
SUMEDANG| Rencana Komisi III DPR RI melakukan amandemen terhadap Undang-Undang KPK RI khususnya pasal yang mengatur tentang kewenangan KPK meliputi penuntutan dan penyadapan merupakan langkah bunuh diri para wakil rakyat dan dipastikan akan menyulut revolusi. Berdasarkan rekam jejak berbagai peristiwa yang mewarnai tanah air khususnya bersentuhan langsung dengan komisi pemberantasan korupsi hampir tidak ada satu pun upaya-upaya yang melemahkan KPK tidak ditentang oleh rakyat Indonesia.

Belum hilang dari benak kita ribuan mahasiswa dan masyarakat berteriak di depan gerbang senayan terkait kasus cicak buaya yang dianggap sebagai upaya kriminalisasi KPK. Tidak hanya cukup itu saja. Upaya Kementerian komunikasi dan informasi RI yang mencoba menghilangkan wewenang KPK dalam hal penyadapan juga mengundang reaksi ribuan massa mulai dari rakyat kecil, mahasiswa hingga tokoh-tokoh nasional. Terakhir, tindakan komisi III DPR yang menolak pembangunan gedung KPK lagi-lagi melahirkan tindakan spontanitas rakyat Indonesia untuk membangun sendiri gedung baru untuk KPK RI. Rentetan peristiwa ini menjadi bukti nyata kalau KPK RI masih menjadi satu-satunya lembaga negara di republik ini yang dipercayai dan di cintai rakyat.

Kini, seperti tidak mengenal masa lalu, komisi III berencana akan mempreteli kewenangan KPK khususnya kewenangan melakukan penuntutan dan penyadapan yang sebenarnya kewenangan itu menjadi ruhnya KPK dalam melakukan tidak pemberantasan korupsi ditanah air hingga ke akar-akarnya. Memang harus diakui bahwa KPK belum mampu memenuhi ekspektasi rakyat banyak terhadap kasus-kasus korupsi. Namun, hal itu terjadi bukan karena ada udang dibalik batu atau KPK diintervensi oleh pihak lain. Kelambatan penanganan kasus-kasus korupsi lebih kepada faktor bahwa kurang kuatnya KPK itu sendiri.

Coba kita bayangkan. Jumlah penyidik di KPK hanya kisaran 150 orang. Itu pun 20 diantaranya sudah ditarik oleh polri untuk alasan yang sangat dipaksakan. Disamping itu, lembaga  DPR yang selama ini bermuka tembok dan berkulit  badak dan menjadi lembaga yang paling getol menyoroti kinerja KPK justru menjadi lembaga pertama yang mencoba merongrong KPK dengan alasan-alasan normatif.

Wajarlah kiranya, Abraham Samad mengancam akan mengundurkan diri sebagai salah seorang komisioner KPK bila hak dan kewenangan KPK sebagai lembaga super body dipangkas dan dijadikan lembaga biasa saja yang tidak super sama sekali. Toh, ketika KPK punya wewenang super body seperti sekarang ini, berbagai persoalan dan tekanan dari banyak pihak sudah cukup menghambat kinerja KPK dalam memberantas korupsi konon lagi posisi KPK itu sendiri sudah lemah maka dapat dipastikan lambat laun KPK akan kehilangan kekuatannya dan muaranya dengan alasan ini dan itu negara ini bisa menganggap KPK tidak diperlukan lagi alias dibubarkan.

Langkah tidak populer yang didengungkan oleh komisi III DPR RI benar-benar telah melukai hati rakyat Indonesia. Sebagai wakil rakyat sejatinya, mereka mengerti keinginan rakyat banyak. Langkah ini sepertinya sengaja diambil oleh para politisi senayan karena lembaga DPR menjadi lembaga yang begitu disoroti oleh KPK. Tidak hanya itu, kekuatan KPK yang ada saat ini dianggap sebagai ancaman bagi DPR sehingga serasa bekerja dibawah tekanan yang kuat takut tiba-tiba dipanggil oleh KPK RI. Kekhawatiran ini memaksa komisi III DPR untuk memuluskan jalannya untuk bekerja tanpa tekanan apa pun.
Untuk kebaikan bangsa ini kedepan, langkah terbaik yang dilakukan oleh para wakil rakyat adalah melupakan segala upaya-upaya yang ingin melemahkan KPK. Pilihan hanya ada dua. Hentikan upaya mempreteli KPK atau revolusi.

Penulis adalah ketua umum PB Gerakan Mahasiswa Sibolga-Indonesia (Germasi)