Oleh : Samsul
Pasaribu*
SUMEDANG| Rencana Komisi III DPR
RI melakukan amandemen terhadap Undang-Undang KPK RI khususnya pasal yang
mengatur tentang kewenangan KPK meliputi penuntutan dan penyadapan merupakan
langkah bunuh diri para wakil rakyat dan dipastikan akan menyulut revolusi.
Berdasarkan rekam jejak berbagai peristiwa yang mewarnai tanah air khususnya
bersentuhan langsung dengan komisi pemberantasan korupsi hampir tidak ada satu
pun upaya-upaya yang melemahkan KPK tidak ditentang oleh rakyat Indonesia.
Belum hilang dari benak kita
ribuan mahasiswa dan masyarakat berteriak di depan gerbang senayan terkait
kasus cicak buaya yang dianggap sebagai upaya kriminalisasi KPK. Tidak hanya
cukup itu saja. Upaya Kementerian komunikasi dan informasi RI yang mencoba
menghilangkan wewenang KPK dalam hal penyadapan juga mengundang reaksi ribuan
massa mulai dari rakyat kecil, mahasiswa hingga tokoh-tokoh nasional. Terakhir,
tindakan komisi III DPR yang menolak pembangunan gedung KPK lagi-lagi
melahirkan tindakan spontanitas rakyat Indonesia untuk membangun sendiri gedung
baru untuk KPK RI. Rentetan peristiwa ini menjadi bukti nyata kalau KPK RI
masih menjadi satu-satunya lembaga negara di republik ini yang dipercayai dan
di cintai rakyat.
Kini, seperti tidak mengenal masa
lalu, komisi III berencana akan mempreteli kewenangan KPK khususnya kewenangan
melakukan penuntutan dan penyadapan yang sebenarnya kewenangan itu menjadi
ruhnya KPK dalam melakukan tidak pemberantasan korupsi ditanah air hingga ke
akar-akarnya. Memang harus diakui bahwa KPK belum mampu memenuhi ekspektasi
rakyat banyak terhadap kasus-kasus korupsi. Namun, hal itu terjadi bukan karena
ada udang dibalik batu atau KPK diintervensi oleh pihak lain. Kelambatan
penanganan kasus-kasus korupsi lebih kepada faktor bahwa kurang kuatnya KPK itu
sendiri.
Coba kita bayangkan. Jumlah
penyidik di KPK hanya kisaran 150 orang. Itu pun 20 diantaranya sudah ditarik
oleh polri untuk alasan yang sangat dipaksakan. Disamping itu, lembaga DPR yang selama ini bermuka tembok dan
berkulit badak dan menjadi lembaga yang
paling getol menyoroti kinerja KPK justru menjadi lembaga pertama yang mencoba
merongrong KPK dengan alasan-alasan normatif.
Wajarlah kiranya, Abraham Samad
mengancam akan mengundurkan diri sebagai salah seorang komisioner KPK bila hak
dan kewenangan KPK sebagai lembaga super body dipangkas dan dijadikan lembaga
biasa saja yang tidak super sama sekali. Toh, ketika KPK punya wewenang super
body seperti sekarang ini, berbagai persoalan dan tekanan dari banyak pihak
sudah cukup menghambat kinerja KPK dalam memberantas korupsi konon lagi posisi
KPK itu sendiri sudah lemah maka dapat dipastikan lambat laun KPK akan
kehilangan kekuatannya dan muaranya dengan alasan ini dan itu negara ini bisa
menganggap KPK tidak diperlukan lagi alias dibubarkan.
Langkah tidak populer yang
didengungkan oleh komisi III DPR RI benar-benar telah melukai hati rakyat
Indonesia. Sebagai wakil rakyat sejatinya, mereka mengerti keinginan rakyat
banyak. Langkah ini sepertinya sengaja diambil oleh para politisi senayan
karena lembaga DPR menjadi lembaga yang begitu disoroti oleh KPK. Tidak hanya
itu, kekuatan KPK yang ada saat ini dianggap sebagai ancaman bagi DPR sehingga
serasa bekerja dibawah tekanan yang kuat takut tiba-tiba dipanggil oleh KPK RI.
Kekhawatiran ini memaksa komisi III DPR untuk memuluskan jalannya untuk bekerja
tanpa tekanan apa pun.
Untuk kebaikan bangsa ini
kedepan, langkah terbaik yang dilakukan oleh para wakil rakyat adalah melupakan
segala upaya-upaya yang ingin melemahkan KPK. Pilihan hanya ada dua. Hentikan
upaya mempreteli KPK atau revolusi.
Penulis adalah ketua umum PB
Gerakan Mahasiswa Sibolga-Indonesia (Germasi)