Tulisan ini juga terbit di Harian Rakyat Tapanuli edisi Kamis 16 Januari 2014
Oleh : Samsul Pasaribu*
Samsul Pasaribu |
Agama mana pun mengilhami umatnya
untuk ikut turun tangan membenahi setiap sistem yang rusak atau ada manusia
yang berusaha merusak sistem yang telah berjalan dengan baik. Islam misalnya,
dalam ajaranya mengatakan bahwa setiap kejahatan yang merajalela dibutuhkan
aksi turun tangan untuk mencegahnya dan tidak mendiamkan dengan tingkatan yang
berbeda-beda sesuai dengan kadar keimanan dan latar belakang umatnya. Untuk
mereka yang penguasa maka kekuatan yang ada padanya harus dijadikan alat untuk
mencegah kejahatan. Tentu saja, bentuk kongkrit dari peran penguasa adalah
dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan positif yang memihak kepentingan rakyat.
Penguasa dalam hal ini pemerintah harus berani menutup setiap kran-kran negatif
yang berpotensi mengalirkan lahirnya kebijakan destruktif dimasa-masa yang akan
datang.
Disisi lain, mereka yang tidak
punya kekuasaan, jabatan dan kewenangan bukan pula tidak berkewajiban untuk
menutup pintu-pintu penyelewengan. Sebahagian dari kita diberi kemampunan
berkomunikasi dengan baik. Bakat lisan yang kita miliki haruslah pula bisa
berkonstribusi kongkrit mencegah segala macam bentuk penyelewengan. Peran para
motivator, ulama, tokoh adat dan cerdik pandai sangat dominan diranah ini.
Kehadiran mereka harus bisa menginisiasi dan menginspirasi setiap elemen
masyarakat terkait dengan dinamika hidup yang cenderung materilialistik. Para
ulama dan elemen serupa lainnya harus mampu merubah pola pikir kita yang
konsumtif. Sehingga turun tangan langsung mengingatkan dengan cara dakwah,
kelas inspirasi, seminar-seminar dan pertemuan-pertemuan lainnya menjadi bagian
dari upaya kita ikut serta untuk memenuhi tujuan berbangsa dan bernegara yang
sejahtera, aman, damai dan sentosa.