Pembaca
bingung dengan judul kita kali ini?, penulis beranggapan itu sah-sah saja.
Hanya saja agar pembaca tidak larut dalam kebingungannya, secara singkat akan
penulis uraikan maksud dari judul tulisan kali ini. Penjumlahan beberapa angka
diatas merupakan simbol yang sengaja penulis buat untuk wajib belajar (wajar) 12 tahun. Dimana
jenjang pendidikan kita terdiri dari Sekolah Dasar 6 tahun, tingkat pertama 3
tahun dan dilanjutkan dengan tingkat menengah atas 3 tahun. Lalu kenapa
penjumlahan 6 + 3 + 3 sama dengan 1? Itu karena yang dimaksud dengan 1 dalam
penjumlahan ini adalah 1 ijazah.
Kongkritnya,
dalam dunia pendidikan kita dewasa ini pendidikan dasar 12 tahun yang
rencananya akan dimulai tahun 2012 nanti sebaiknya mengalami “revolusi” sistem
walaupun tidak menyeluruh. Sejak republik ini berdiri, pendidikan dasar
Indonesia selama 12 tahun akan disuguhi dengan 3 ijazah. Dahulu hal ini
tentulah sangat baik dan tepat dilaksanakan. Karena untuk mau sekolah saja hingga
tingkat dasar merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa ini. Pola pikir bahwa
pendidikan itu yang penting tulis baca menjadi hal yang lebih penting dari apa
pun saat itu.
Seiring
dengan perjalanan waktu di era dekade 70-an, semangat warga negara untuk serius
mengenyam dunia pendidikan semakin baik. Hal ini dapat dilihat kebutuhan dunia
kerja saat itu telah memberikan batas maksimal pendidikan setiap orang minimal
SMP. Itulah sebabnya dari tahun 70-an hingga awal tahun 90-an ijazah SMP masih
menjadi barang berharga dibangsa ini. Namun memasuki era millenium tahun 2000,
terutama pasca reformasi bergelora, dua ijazah sebelumnya yaitu SD dan SMP
menjadi sangat tidak berarti lagi. Paling-paling ijazah itu hanya berguna
sebagai tiket masuk untuk melanjut kejenjang pendidikan diatasnya. Sedangkan
untuk kebutuhan dunia kerja, saat ini tamatan SMA saja sudah sulit untuk
melanjutkan penghidupannya. Ijazah SMA juga belakangan hanya sebagai prasyarat
untuk melanjut keperguruan tinggi. Mayoritas saat ini kebutuhan tenaga kerja di
Indonesia minimal berlatar belakang Diploma-3 dan strata-1.
Tuntutan
keadaan inilah yang menjadi faktor utama dimana kedepannya pemerintah melalui
kementerian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia harus mengeluarkan
kebijakan baru wajib belajar 12 tahun dengan 1 ijazah saja.
Sebelum kita
berbicara lebih rinci tentang sistem yang baik untuk menerapkan kebijakan ini.
Ada beberapa hal yang mungkin menjadi manfaat lain bagi pendidikan kita andai
hal ini diterapkan, yaitu menjadikan sistem yang bekerja untuk mendorong
masyarakat belajar minimal 12 tahun. Hal ini dikarenakan belajar 12 tahun
merupakan harga mati bagi setiap warga negara. Mengenyam pendidikan hingga
tingkat dasar dan pertama menjadi tidak berarti karena legalistas pendidikan formalnya
baru akan diperoleh setelah yang bersangkutan menyelesaikan pendidikan SMA-nya.
Disamping
itu, perubahan ini akan berdampak kepada penghematan penggunaan anggaran
pendidikan terutama anggaran yang selama ini digunakan untuk membiayai ujian
nasional untuk SD dan SMP yang mencapai puluhan milyar rupiah. Anggaran sebesar
itu tentunya bisa dialihkan kebentuk lain. Dan sebaik-baik bentuk itu adalah
memberi beasiswa kepada anak-anak bangsa yang belum beruntung.
Mungkin kita
bertanya, pasca ijazah pendidikan dasar hanya 1 saja. Lalu bagaimana cara
melanjutkan pendidikan dari satu jenjang ke jenjang selanjutnya? Pada awalnya
penulis juga sempat kebingungan menjawab pertanyaan ini. Tetapi belakangan, ada
titik terang untuk menjawabnya. Sebenarnya mudah. Yang harus digaris bawahi adalah sistem pendidikan kita tidak
berubah sama sekali hanya saja kelulusan masing-masing jenjang mulai dari SD ke
SMP begitu juga ke SMA tidak lagi ditentukan oleh ijazah sebagai persyaratan utamanya.
Dan evaluasi tahap akhirnya tidak lagi dilaksanakan secara nasional melalui
ujian nasional, karena ujian nasional hanya di tahap akhir tingkat SMA. Dengan
kata lain, UN hanya 1 kali selama 12 tahun. Selebihnya, untuk tingkat sekolah
dasar akan dilaksanakan evaluasi pendidikan dasar (EPD) dan untuk tingkat SMP
dilaksanakan evaluasi pendidikan menengah pertama (EPMP) yang tata cara dan
soalnya (mekanismenya) disiapkan oleh pemerintah daerah setempat melalui dinas
pendidikan dan kebudayaan tentunya. Lalu, bagaimana cara setiap pelajar melanjut
kejenjang berikutnya?. Dalam pandangan penulis setidaknya ada dua metode
kelulusan dengan pola ini yaitu :
1. Pola sertifikat/ surat keterangan
Hasil-hasil evaluasi ditingkat dasar dan menengah
pertama tidak dituangkan dalam bentuk ijazah melainkan hanya selembar
sertifikat yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan telah selesai menempuh pendidikan sesuai dengan jenjangnya
dan kepadanya diberi hak untuk melanjut kejenjang berikutnya.
2. Pola nilai rapor
Berbeda dengan pola yang pertama, pada pola ini,
ijazah, sertifikat atau surat keterangan sama sekali ditiadakan. Mekanisme
pelajar melanjut ke jenjang selanjutnya hanya dengan menggunakan nilai rapor.
Apabila menggunakan metode ini maka, evaluasi belajar baik tingkat dasar maupun
tingkat menengah pertama tidak ada bedanya dengan ujian semester yang lazim
dilakukan. Sebagaimana kita ketahui bahwa disetiap semester penentuan naik atau
tinggal kelas selalu dicantumkan keterangan bahwa pelajar yang bersangkutan
dinyatakan naik/ tidak naik kelas. Maka, untuk evaluasi semester terakhir
kalimatnya cukup dengan menerangkan bahwa pelajar yang bersangkutan dinyatakan
berhasil menyelesaikana pendidikannya dan berhak melanjut kejenjang berikutnya.
Itulah
setidaknya beberapa pola yang bisa dilaksanakan bilamana untuk wajib belajar 12
tahun cukup hanya dengan 1 ijazah saja. Perubahan itu hanya terjadi untuk
jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) dan menengah pertama (SMP) saja.
Sedangkan untuk jenjang SMA sederajat tetap menganut pola lama yaitu berdasarkan ujian nasional yang mekanismenya
ditentukan langsung oleh pemerintah pusat.
Pembaca
mungkin bertanya, kenapa SMA harus tetap melaksanakan Ujian Nasional (UN)?
Jawabannya adalah karena ditingkat akhir pendidikan dasar 12 tahun, negara
perlu mengetahui tingkat keberhasilan pendidikan secara nasional. Dengan
demikian hasil UN itu menjadi tolok ukur peningkatan sumber daya manusia Indonesia. Oleh karena itu, hemat
penulis, adalah berlebihan sekali bilamana mengukur SDM manusia Indonesia
dilihat dari semua jenjang pendidikan, karena urgensinya dalam mengambil
kebijakan secara nasional juga tidak begitu berarti. Kenapa demikian? Karena,
perkembangan setiap individu untuk lebih produktif dalam mengembangkan dirinya
terlihat pada saat setiap pelajar menginjak pendidikan menengah atas (SMA)
maka, adalah sangat wajar bila evaluasi secara nasional hanya dilakukan di
jenjang pendidikan ini.
Ada hal
sebenarnya yang cukup menarik juga walaupun tidak begitu penting tetapi tetap
menjadi batu sandungan dalam pendidikan kita. Sebagaimana kita tahu bahwa
hampir setiap moment pengambilan ijazah disetiap jenjang pendidikan terjadi
pungli yang nyata-nyata merusak citra dunia pendidikan. Nah, dengan cara-cara
seperti ini kesempatan untuk melakukan pungli relatif lebih kecil apalagi bila
mekanisme yang diterapkan adalah menggunakan pola nilai rapor. Kemudian, uang
negara yang selama ini milyaran digunakan untuk mencetak ijazah untuk SD dan
SMP bisa dialihkan kekeperluan lain. Karena bila ijazah SD, SMP hanya
menggunakan surat keterangan atau rapor, maka tidak ada beban anggaran yang
terbebani. Semoga.
*penulis
adalah Ketua Umum PB Gerakan Mahasiswa Sibolga-Indonesia (Germasi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar