Oleh : Samsul Pasaribu*
Untuk warga Sibolga, sepertinya
untuk sementara waktu kita berhenti berdiskusi tentang berbagai polemik yang
menimpa bangsa dan negara ini secara nasional. Karena boro-boro mikirin konflik
nasional, di kota ini sendiri (baca: Sibolga) masih banyak permasalahan yang
terlihat kecil tapi menjadi setitik nila didalam susu sebelanga. Walikota
Sibolga pun agaknya perlu berhenti sejenak bercerita program-program muluknya
mulai dari KTP gratis, bersalin gratis atau ngurus KK gratis, karena program
pro rakyat itu akan dikalikan dengan nol alias tidak berarti sama sekali oleh
karena ada segelintir oknum-oknum dipemerintah kota yang tidak sejalan dengan
visi dan misi Walikota Sibolga khususnya dalam mewujudkan masayarakat yang
cerdas, sehat dan beradab.
Beradab? Mm, sepertinya visi ini
menjadi jauh panggang dari api. Bagus, tapi realita masih seperti tumpuk
merindukan bulan. Coba kita bayangkan, ditengah-tengah presiden SBY
gencar-gencarnya menjadikan hukum adalah panglima dan aparatur negara
diharapkan bekerja berdasarkan rel (peraturan-red) yang ada, eh segelintir
orang yang oleh kita menyebutnya oknum malah asik menari-nari diatas
penderitaan orang lain. Kok menari? Ya iyalah, disaat serba sulit sekarang ini,
ketika minyak tanah mulai langka, harga sembako melonjat tajam, bahkan (maaf)
buang air kecil saja harus bayar, masih ada aparatur negara ini yang tega
melakukan pungutan liar bagi kepentingan pribadinya. Owalah, apa kata dunia.
Anehnya lagi, oknum PNS yang katanya
berperan layaknya malaikat pencabut nyawa di pemko Sibolga ini beraninya hanya
pada pegawai negeri golongan dan jabatan rendahan yang makannya saja terkadang
masih nge-bon diwarung-warung atau ngutang sama tetangga. Itu masih urusan
makan, belum biaya ini dan itu. Mikir dong mikir.
Selang satu hari pasca acara
dialog mahasiswa dan pemuda dengan walikota Sibolga, seorang guru curhat kepada
penulis bahwa ada oknum PNS yang meminta setoran 500 ribu sampai dengan 600
ribu rupiah sebagai uang jasa pengurusan naik pangkat. Saat itu sang guru
bertanya benarkah ada aturan seperti itu. Lantas penulis mengkonfirmasi
langsung issu ini kepada BKPP kota Sibolga, celakanya itu tidak benar. Tapi
pertanyaannya adalah apa ada maling yang mau mengaku? Selidik punya selidik
ternyata pungutan itu tidak ada secara tertulis namun ia ada seperti hantu yang
siap menggerogoti setiap pegawai negeri sipil. Alhasil, mau naik pangkat? Brani
piro?
Tapi itulah anehnya bangsa ini.
Sesuatu yang nyata terkadang menjadi hantu dalam kehidupan kita sehari-hari. Kongkritnya,
semua pegawai negeri sipil yang pernah berurusan dengan BKPP Kota Sibolga
rata-rata pasti tahu betul siapa saja oknum-oknum yang terlibat dengan
praktek-praktek pungli ilegal seperti ini. Tapi (mungkin takut dikatakan mencemarkan
nama baik) tidak ada satu pun yang berani bersuara lantang dan terbuka menunjuk
hidup para oknum yang tidak fair dalam menjalankan amanah negara ini. Tunjuk
saja, berikan bukti dan yakinlah mahasiswa, rakyat dan siapa pun pasti akan
memberikan dukungan moral yang tak terkira. Atau jangan-jangan rakyat juga
sudah ikut-ikutan mengikuti gaya pegawai negeri saat ini? Ketika diajak PNS
untuk mendukung pembersihan jajaran birokrasi, rakyat juga bilang “berani
piro?” hehehe.
*Penulis adalah ketua umum PB
Gerakan Mahasiswa Sibolga-Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar