Selasa, 16 Oktober 2012

OPTIMALISASI PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN


Oleh : Samsul Pasaribu*
Samsul Pasaribu
Api.. api..api, begitu teriakan warga setiap kali sijago merah melahap rumah di Sibolga. Kontan saja teriakan itu mengundang ribuan warga untuk turut berpartisipasi memadamkan jagoan merah ini. Seteleh itu? Ya, api padam tapi bersamaan dengan itu belasan rumah pun turut hangus terbakar. Bahkan pernah ratusan rumah habis dilahap api.Kebakaran adalah peristiwa lumrah terjadi didaerah mana pun. Kalau bukan karena human error (kesalahan manusia), maka pasti sistem error (kesalahan sistem).

Kebakaran itu biasa, tetapi menjadi luar biasa apabila jumlah kerugian begitu besar. Karena, dampak dari kerugian bisa diminimalisir. Untuk meminimalisir itu ada beberapa langkah yang harus dilakukan pertama adalah ketersediaan armada damkar yang maksimal. Untuk Sibolga, ditinjau dari letak geografis Sibolga yang relatif kecil dan pemetaan Sibolga yang meniru gaya tata ruang kota di Washington DC, AS maka, setidaknya kota ini harus memiliki 6 unit mobil damkar yang berfungsi dengan baik. Karena kebakaran tidak selalu terjadi siang hari maka untuk maksimalisasi penanggulangan musibah kebakaran pada malam hari Pemko Sibolga perlu melengkapi armada damkarnya dengan 2 unit mobil penerangan yang  berfungsi memberi cahaya yang cukup dilokasi kebakaran.

Kedua, tata ruang wilayah khususnya daerah yang sarat dengan pemukiman penduduk harus mendapat perhatian serius. Lokasi-lokasi yang tingkat kerapatan pemukimannya sangat padat harus bisa ditata ulang sehingga memungkinkan untuk dilalui armada damkar. Tentu, bila kebijakan ini tidak disetujui oleh pihak-pihak yang terkena dampak reposisi pembangunan ini. Disinilah diminta aparat pemerintah bekerja dengan arif dan bijaksana bagaimana caranya agar reposisi pemukiman padat penduduk tidak selalu harus memakai jurus relokasi. Pemko bisa meniru konsep Jokowi yang ingin membangun daerah kumuh Jakarta berbasis apartemen/ rumah susun. Tentu, penyebaran penduduk yang semula menyebar keseluruh penjuru arah mata angin berubah menjadi keatas, dengan demikian akan banyak lahan kosong yang bisa digunakan untuk membuka jalan baru dan pembangunan sarana penunjang lainnya.

Tata ruang wilayah menjadi lebih elegan sebenarnya mutlak dilakukan oleh pemerintah kota Sibolga. Karena, berkaca dari provinsi DKI Jakarta yang kekuatan Damkarnya mencapai ratusan armada ternyata tidak mampu meminimalisir kerugian bencana kebakaran. Kenapa? Karena umumnya lokasi kebakaran di Jakarta adalah daerah yang padat penduduknya  bahkan hanya bisa dilalui oleh sepeda motor. Lalu, bagaimana mungkin armada kebakaran bisa masuk langsung kejantung lokasi kebakaran sementara jalan untuk itu tidak tersedia dengan baik. Oleh karena itu, Perlahan tapi pasti, Pemko harus merekontruksi ulang tata ruang kota Sibolga. Daerah-daerah rawan seperti Kelurahan Aek Parombunan, kelurahan aek habil, kelurahan Pasar Belakang, Kelurahan Aek Muara Pinang, Ketapang, Kelurahan Pancuran Bambu, Kelurahan Pancuran Dewa dan Hutabarangan harus mendapat perhatian khusus pemko Sibolga. Wilayah-wilayah tersebut diatas memiliki titik rawan terhadap musibah kebakaran.


Ketiga, Optimalisasi peran masyarakat. Inilah yang paling penting dan harus menjadi perhatian kita semua khususnya pembaca sekalian. Harus kita catat bahwa turut serta membantu musibah kebakaran adalah hal yang manusiawi dan mutlak harus dilakukan. Tetapi dalam memberikan bantuan ada batasan-batasan yang harus diperhatikan. Antara masyarakat dan petugas Damkar harus bersinergi dan saling mengerti tugas dan tanggungjawab masing-masing. Selama ini, keberadaan Damkar Sibolga nyaris tidak punya arti sama sekali, oleh karena setiap peristiwa secara spontan masyarakat akan mengambil alih tugas yang harusnya dilakukan oleh petugas damkar itu sendiri. Jadi jangan heran bila mobil damkar datang kelokasi hanya sekedar mengantarkan air selanjutnya masyarakat langsung mengambil alih. Padahal, orang-orang yang terlatih adalah petugas damkar itu sendiri, sedangkan masyarakat kurang mengerti sama sekali mekanisme menjinakkan sijago merah.

Disetiap peristiwa tarik menarik selang air sering kali terjadi, alhasil waktu habis hanya untuk memperebutkan selang sementara api semakin membesar. Parahnya lagi, arah tembakan air pun tidak tepat sasaran. Masyarakat tergoda oleh gejolak api yang begitu besar sehingga lupa bahwa dalam menangulangi kebakaran yang pertama sekali dilakukan adalah melokalisir api agar tidak menyebar kemana-mana. Harus diapresiasi memang partisipasi masyarakat yang besar ini, akan tetapi cara ini ternyata menjadi penghalang untuk petugas menjalankan peranannya. Sekedar bertukar pikiran, dalam penanggulangan bencana kebakaran kita harus memperhatikan sistem P3MK (Pertolongan Pertama Pada Musibah Kebakaran).

Untuk masyarakat ketika musibah kebakaan terjadi yang harus dilakukan adalah hal-hal berikut ini. Pertama, selamatkan segala harta benda yang bisa diselamatkan dengan cepat. Kedua, lakukan upaya pemadaman api dengan cara apa saja sambil menunggu petugas damkar tiba dilokasi. Dan ketiga, ketika petugas damkar telah tiba, menjauhlah dari lokasi dan sterilkan lokasi dalam radius 50 meter dan selanjutnya serahkan pemadaman api kepada petugas. Para pemuda setempat, OKP dan Ormas yang ada harus bisa memerankan diri dengan maksimal. Petugas harus diberi ruang seleluasa mungkin untuk bekerja. Berkaca dari negara-negara maju, nyaris tidak pernah kita saksikan dalam penanggulangan bahaya kebakaran masyarakat umum terlibat langsung. Semua menjadi tanggungjawab petugas.

Untuk itu, kedepan sepertinya masyarakat harus memahami peran serta masing-masing dalam menyikapi musibah kebakaran. Secara umum bisa kita simpulkan bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan fasilitas armada damkar dengan maksimal. Petugas damkar harus orang-orang yang terlatih dan terus berlatih dan bila perlu disetiap kelurahan telah terbentuk tim damkar yang terlatih membantu petugas dilapangan dan ketiga masyarakat yang membantu diluar petugas yang telah ditunjuk berperan aktif sebelum petugas damkar tiba dilokasi. Ketiga elemen penting ini bisa kita sebut dengan istilah peranan segitiga sama sisi. Sama karena pemerintah, petugas dan masyarakat punya peranan yang sama besarnya dalam meminimalisir kerugian dari musibah kebakaran.

Oh iya, ada satu yang harus diperhatikan khususnya Pemko Sibolga. Melengkapi armada kebakaran merupakan sebuah keharusan. Kekuatan Damkar tidak selalu diukur dari berapa unit armada yang tersedia tetapi juga diukur dari sejauh mana sumber daya manusia yang tersedia untuk menanggulangi itu. Oleh karena itu, sebagai kota yang rawan dengan bahaya kebakaran, Pemko sepertinya perlu membentuk relawan bahaya kebakaran disetiap kelurahan yang ada. Pembentukan itu harus diiringi dengan pelatihan yang maksimal. Relawan ini tentu tidak bersifat abadi. Cepat atau lambat ketika pemko Sibolga telah mampu memfasilitasi armada Damkarnya dengan maksimal maka dengan sendirinya para relawan ini pun bisa dibubarkan. Semoga!

Penulis adalah Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Sibolga Indonesia (Germasi)

Tidak ada komentar: