Bandung | Kontroversi pelaksanaan
Jambore Madrasah di Barus yang dilaksanakan oleh Kantor Kementerian Agama
(Kemenag) Kab. Tapanuli Tengah mendapat tanggapan dari aktivis gerakan pramuka
Sumatera Utara, Samsul Pasaribu. Mantan ketua Dewan Kerja Cabang Gerakan
Pramuka Kwartir Cabang Kota Sibolga periode 2004-2009 ini menyesalkan langkah
keliru yang dilakukan oleh Kemenag Tapanuli Tengah.
Menurut Samsul, ketiadaan
koordinasi antara Kemenag Tapteng dengan Gerakan Pramuka berakibat fatal kepada
rusaknya image pramuka ditengah-tengah masyarakat khususnya di wilayah
Tapanuli.
Penggunaan atribut dan simbol
pramuka diluar kegiatan kepramukaan jelas bertentangan dengan UU nomor 10 tahun
2012 dan AD dan ART Gerakan Pramuka yang secara konstitusional dilindungi oleh
negara. Oleh karena itu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi
Sumatera Utara harus mencopot Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten
Tapanuli Tengah sebagai konsekuensi moral atas kecerobohan beliau yang tidak
peka terhadap aturan main digerakan pramuka.
Lanjut Samsul, ada dugaan bahwa
kegiatan Jambore Madrasah yang dilakukan baru-baru ini terlalu dipaksakan dan
sarat dengan kepentingan pihak tertentu serta hanya untuk menghabiskan
anggaran. Dugaan itu diperkuat pula dengan agenda kegiatan yang berkedok
kegiatan pramuka itu, tidak sama sekali mencerminkan kegiatan kepramukaan.
Nuansa gerakan kepanduaanya minim sama sekali. “dari tim yang kita kirim
kesana, kegiatan itu lebih layak disebut sebagai pekan olahraga dan seni
ketimbang giat prestasi gerakan pramuka berdasarkan pola pembinaan yang ada”
sesal beliau.
Lebih lanjut ketua umum PB
Germasi ini juga menjelaskan bahwa ajang Jambore Madrasah tersebut juga sarat
dengan pembodohan dan mempermainkan para pejabat negara yang hadir disana.
“bayangkan saja, acara bukan acara
pramuka tetapi bupati Tapteng, Kakanwil Kemenag Sumut, serta undangan lainnya
hadir dengan pakaian pramuka. Saya secara pribadi saja geli melihatnya. Geli
karena saya berpikir, ini yang gak ngerti siapa ya? Pejabat yang diundang atau
panitia yang mengundang. Jadi, jelas bahwa realita yang terlihat dilapangan
Kemenag Tapteng dan Kwartir cabang yang ada tidak ada koordinasi sama sekali”
tambahnya.
“awalnya kita menduga itu kemah
santri. Karena kemah santri memang secara nasional teragendakan dengan rutin.
Itu pun tetap ada kordinasi dengan kwartir nasional hingga kejajaran
dibawahnya. Kendati kemah santri tetapi kegiatannya tetap kegiatan pramuka
hanya saja nuansa religiusnya lebih kuat dan dominan. Berbeda dengan Jambore
Madrasah yang di Barus. Itu mah, hanya sekumpulan pelajar yang berkemah dan ada
kegiatan olahraganya, masalahnya kenapa pakai atribut pramuka” terangnya.
“Jadi, kita berharap Kakanwil
Kemenag Sumut harus tegas dalam hal ini. Ketegasan itu dibuktikan dengan
dicopotnya Kakankemenang Tapteng. Kalau tidak, besar kemungkinan kesalahan yang
sama akan terulang kembali” ucap pemuda yang aktif dipergerakan mahasiswa
nasional ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar