Oleh : Samsul Pasaribu*
Habib Rizieq Shihab dan SBY |
Dua pekan ini, setidaknya media baik cetak maupun elektronik sudah mewartakan kepada kita beberapa permasalah bangsa ini khususnya rencana pemerintah membubarkan ormas anarkis yang dianggap meresahkan masyarakat. Wacana ini pun ditanggapi berbeda oleh berbagai ormas, ada yang setuju ada yang percaya diri menyatakan tidak termasuk ormasi anarkis tetapi ada juga yang melakukan perlawanan langsung. Front Pembela Islam (FPI) misalnya mereka terang-terangan mengecam rencana ini. Bahkan FPI mengancam akan menggulingkan presiden RI yang saat ini di nahkodai oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Beranjak dari sini, penulis mencoba menelaah sejauh mana tingkat keberhasilan upaya pelengseran ini andai pemerintah memang jadi membubarkan ormas yang dinilai anarkis. Tentu penilaian penulis tidak akan ditinjau dari kacamata hukum ketatanegaraan kita karena memang bukan kaplingnya penulis. Namun, penulis berusaha melakukan analisis upaya ini berdasarkan realita ditengah-tengah masyarakat setidaknya dalam kurun waktu 13 tahun ini.
Pasca pernyataan SBY di hari Pers Nasional 9 Februari 2011 yang menegaskan akan membubarkan organisasi masyarakat (ormas) yang sering berbuat anarkis ternyata disikapi berbeda oleh sebahagian kalangan. Perbendaan penyikapan paling mencolok ditunjukkan oleh front Pembela Islam (FPI) pimpinanHabib Rizieq Shihab. Tidak tanggung-tanggung FPI menegaskan bila pemerintah membubarkan FPI maka SBY akan dipaksa menyusul Ben Ali dan Hosni Mubarak.
Ketika ancaman ini pertama kali dilontarkan oleh Ketua Bidang Advokasi FPI Munarman mungkin bisa kita anggap sebagai gertak sambal belaka, namun bila kemudian ditegaskan kembali oleh ketua umumnya Habib Rizieq Shihab maka kesimpulan kita bisa saja jadi berbeda. Pertanyaan besarnya adalah mungkinkah FPI mampu melengserkan SBY?
Pertanyaan ini mungkin hanya bisa terjawab dengan berkaca pada sejarah yang telah ada. Untuk konteks lengsernya Pak Harto, Ben Ali dan Hosni Mubarak misalnya tentu berbeda 180 derajat dengan ancaman penggulingan yang dilakukan FPI. Lengsernya para diktator diatas murni karena keinginan masyarakat yang lelah menunggu perubahan. Keadaan diperburuk pula oleh krisis ekonomi dan angka pengangguran yang tinggi. Stabilitsa politik yang rancu juga turut membidani lengsernya para penguasa tersebut. Kongkritnya, upaya yang dilakukan dahalu setidaknya 80 persen didukung oleh rakyat Indonesia.
Kini, apakah keadaan yang sama telah terjadi di Indonesia? Jawabannya tentu saja tidak. Stabilitas politik cukup stabil kendati sering terjadi riak-riak namun tidak sampai mengganggu jalannya pemerintahan. Rakyat pun sudah cukup jenuh melihat aksi unjuk rasa yang melibatkan ribuan massa. Apalagi ujung-ujungnya anarkis, membuat macet jalanan dan terakhir tidak ada hasil apa-apa. Sebelum reformasi 1998, di Indonesia unjuk rasa merupakan sesuatu yang langka. Sehingga ketika ada kesempatan secara bersama-sama turun kejalan dan di dukung oleh semua elemen masyarakat maka saat itu unjuk rasa menjadi kekuatan yang sangat besar untuk menekan penguasa. Berbekal dari pengalaman itu, dan pasca dibuka kebebasan berpendapat di muka umum, unjuk rasa pun menjadi hal yang biasa dan seperti kehilangan powernya. Setidaknya sejak 1998 negara ini telah mencatat puluhan kali aksi yang melibatkan puluhan ribu orang, mulai dari demo kasus century, peringatan 1 tahun SBY hingga tuntutan agar SBY turun yang hampir tiap hari menghiasi Jakarta, tidak membuahkan hasil apa pun. buktinya SBY masih gagah di kursi singgasananya.
Benarlah kata orang bijak, yang sedikit selalu menjadi menarik bila banyak dipandang biasa saja. Artinya, unjuk rasa yang selama ini setiap hari menghiasi bumi ini terlebih lagi diwarnai oleh aksi anarkis akhirnya berdampak pada hakekat unjuk rasa itu sendiri yaitu hilangnya power demonstarsi yang 13 tahun lalu mampu menggulingkan sebuah rezim. Fenomena diatas bisa menjadi salah satu jawaban bahwa FPI tidak akan mungkin melengserkan SBY (baca : penguasa) bahkan untuk 10 tahun yang akan datang.
Hal lain yang mungkin cukup mempengaruhi adalah citra FPI dimasyarakat. Meski harus disesalkan, FPI oleh sebahagian masyarakat negeri ini dipandang sebagai ormas yang terbiasa main hakim sendiri. Kendati niatnya baik namun langkah-langkah yang dilakukan FPI terkadang dinilai terlalu berlebihan. Alhasil, seruan ketua umum FPI yang mengajak umat islam untuk menggulingkan SBY bila ormas yang dinilai anarkis dibubarkan bisa dipandang sebelah mata. Karena di era kebebasan dan keterbukaan informasi 13 tahun belakangan ini telah menjadikan rakyat negeri ini cukup cerdas dalam menyikapi dan memahami sebuah permasalahan.
Hal yang perlu dikhawatirkan sebenaranya kerusuhan yang akan terjadi bila ormas anarkis dibubarkan. Satu hal yang pasti terjadi adalah serangan balik dari ormas yang merasa dirugikan. Aksi anarkis yang sebenar-benarnya pun bisa saja terjadi. Alhasil tidak tertutup kemungkinan negara akan mengambil kebijakan ormas yang telah dibubarkan dan tetap melakukan perlawanan akan dicap sebagai organisasi terlarang bahkan bisa disebut teroris. Wallahu ‘alam.
*penulis adalah presiden mahasiswa IKOPIN Bandung dan ketua umu Gerakan Mahasiswa Sibolga (Germasi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar